Jumat, 03 Juni 2016

Sastra klasik untuk Anak?




 Beragam tema dan jenis buku-buku anak di negara maju dapat kita temui.  Saya mau membahas kali ini mengenai buku sastra yang dibuat formatnya menjadi buku anak dan remaja.  Tidak asing lagi jika kita menemui buku klasik karya sastrawan terkenal seperti William Shakespeare, Charles Dickens, Jules Verne,  di toko-toko buku seperti di Amerika dan negara-negara di Eropa.  Sejarah literasi yang panjang, industri buku yang maju dan pembaca yang melek sastra membuat karya-karya klasik tersebut merupakan cerita sehari-hari bagi masyarakat di sana.
Semasa saya masih SD, saya pertama kali mengenal cerita klasik lewat buku cerita bergambar Album Cerita Ternama yang selalu menyertakan teks “150/200/300 gambar dalam 2 warna” di sampulnya.  Dari koleksi seri buku itu saya berkenalan dengan karya-karya sastrawan dunia seperti Robert Louis Stevenson, Charles Dickens, Mark Twain, tak ketinggalan cerita klasik India.  Cerita karya sastrawan dunia tersebut bukanlah cerita yang dibuat untuk anak-anak.  Namun bukan hal yang aneh bahwa karya-karya mereka diceritakan/diadaptasi ulang ke dalam buku yang ditujukan untuk anak atau remaja. 
Bagaimana dengan karya sastra atau cerita-cerita klasik Indonesia? Indonesia sebenarnya merupakan negara yang kaya akan sastra dalam berbagai bentuk: puisi, prosa, hikayat, pantun, belum lagi sastra lisan. Yang saat ini banyak dibuat dalam bentuk buku anak adalah cerita rakyat, dongeng dan legenda.  Salah satu kendala menggali cerita-cerita itu adalah kesulitan untuk menemukan naskah sastra klasik.  Cerita rakyat atau dongeng yang kita kenal sekarang tak jarang merupakan dongeng turun temurun yang disebarkan secara lisan.
Bagaimana dengan sastra Indonesia abad 20? Apakah mungkin karya sastrawan angkatan Balai Pustaka, angkatan 45 atau 66 diadaptasi menjadi cerita yang cocok untuk anak/remaja? Tidak semua tentunya karya sastrawan modern Indonesia cocok untuk diadaptasi. Bukan hal yang mudah pula mengadaptasi cerita sastra tersebut karena diperlukan keahlian bukan hanya menulis cerita tetapi juga bagaimana mengambil esensi cerita itu yang sesuai untuk anak dan remaja.  
Memang ini menjadi pekerjaan yang sulit, namun menurut saya harus dilakukan untuk lebih mengenalkan karya-karya sastra Indonesia pada anak-anak Indonesia.  Lewat komik atau buku adaptasi dengan bahasa sederhana, sastra Indonesia menjadi semakin dikenal dan dicintai.  Nantinya setelah dewasa, pembaca anak-anak ini akan mencari sendiri buku asli dari karya sastrawan tersebut.
Mungkin ada yang tidak setuju dengan gagasan ini.  Ada yang menganggap bahwa novel sastra tersebut memeliki masalah dewasa yang tidak cocok untuk anak-anak.  Saya jadi teringat ketika saya kecil, saya sangat suka dengan cerita Charles Dickens, ‘Little Dorrit’ dan ‘David Copperfield’ yang jelas bukan cerita anak.  Namun saya tertarik pada alur ceritanya, tentang tokoh-tokoh dewasa dengan beragam karakter dan pada nasib mereka, saya berempati pada tokoh yang baik, saya sebal dengan tokoh yang jahat.  Saya tidak tahu apakah membaca cerita seperti ini ketika saya SD merupakan suatu hal yang berbahaya?
Yang pasti saya masih berharap tak lama lagi di toko buku akan saya temukan cerita bergambar atau komik Siti Noerbaja nya Marah Roesli,  Hulubalang raja/Katak hendak menjadi lembu nya Nur Sutan Iskandar, Padang Ilalang di belakang rumah/Langit dan Bumi sahabat kami nya NH Dini, dan karya sastrawan Indonesia lainnya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar