
Beragam tema dan jenis buku-buku anak di
negara maju dapat kita temui. Saya mau
membahas kali ini mengenai buku sastra yang dibuat formatnya menjadi buku anak
dan remaja. Tidak asing lagi jika kita
menemui buku klasik karya sastrawan terkenal seperti William Shakespeare,
Charles Dickens, Jules Verne, di
toko-toko buku seperti di Amerika dan negara-negara di Eropa. Sejarah literasi yang panjang, industri buku
yang maju dan pembaca yang melek sastra membuat karya-karya klasik tersebut
merupakan cerita sehari-hari bagi masyarakat di sana.
Semasa saya masih SD, saya pertama kali mengenal
cerita klasik lewat buku cerita bergambar Album Cerita Ternama yang selalu
menyertakan teks “150/200/300 gambar dalam 2 warna” di sampulnya. Dari koleksi seri buku itu saya berkenalan
dengan karya-karya sastrawan dunia seperti Robert Louis Stevenson, Charles
Dickens, Mark Twain, tak ketinggalan cerita klasik India. Cerita karya sastrawan dunia tersebut
bukanlah cerita yang dibuat untuk anak-anak.
Namun bukan hal yang aneh bahwa karya-karya mereka
diceritakan/diadaptasi ulang ke dalam buku yang ditujukan untuk anak atau
remaja.
Bagaimana dengan karya sastra atau
cerita-cerita klasik Indonesia? Indonesia sebenarnya merupakan negara yang kaya
akan sastra dalam berbagai bentuk: puisi, prosa, hikayat, pantun, belum lagi
sastra lisan. Yang saat ini banyak dibuat dalam bentuk buku anak adalah cerita
rakyat, dongeng dan legenda. Salah satu
kendala menggali cerita-cerita itu adalah kesulitan untuk menemukan naskah
sastra klasik. Cerita rakyat atau
dongeng yang kita kenal sekarang tak jarang merupakan dongeng turun temurun
yang disebarkan secara lisan.
Bagaimana dengan sastra Indonesia abad 20?
Apakah mungkin karya sastrawan angkatan Balai Pustaka, angkatan 45 atau 66
diadaptasi menjadi cerita yang cocok untuk anak/remaja? Tidak semua tentunya
karya sastrawan modern Indonesia cocok untuk diadaptasi. Bukan hal yang mudah
pula mengadaptasi cerita sastra tersebut karena diperlukan keahlian bukan hanya
menulis cerita tetapi juga bagaimana mengambil esensi cerita itu yang sesuai
untuk anak dan remaja.
Memang ini menjadi pekerjaan yang sulit, namun menurut saya harus dilakukan untuk lebih mengenalkan karya-karya sastra Indonesia pada anak-anak Indonesia. Lewat komik atau buku adaptasi dengan bahasa sederhana, sastra Indonesia menjadi semakin dikenal dan dicintai. Nantinya setelah dewasa, pembaca anak-anak ini akan mencari sendiri buku asli dari karya sastrawan tersebut.
Memang ini menjadi pekerjaan yang sulit, namun menurut saya harus dilakukan untuk lebih mengenalkan karya-karya sastra Indonesia pada anak-anak Indonesia. Lewat komik atau buku adaptasi dengan bahasa sederhana, sastra Indonesia menjadi semakin dikenal dan dicintai. Nantinya setelah dewasa, pembaca anak-anak ini akan mencari sendiri buku asli dari karya sastrawan tersebut.
Mungkin ada yang tidak setuju dengan
gagasan ini. Ada yang menganggap bahwa
novel sastra tersebut memeliki masalah dewasa yang tidak cocok untuk
anak-anak. Saya jadi teringat ketika
saya kecil, saya sangat suka dengan cerita
Charles Dickens, ‘Little Dorrit’ dan ‘David Copperfield’ yang jelas bukan
cerita anak. Namun saya tertarik pada
alur ceritanya, tentang tokoh-tokoh dewasa dengan beragam karakter dan pada
nasib mereka, saya berempati pada tokoh yang baik, saya sebal dengan tokoh yang
jahat. Saya tidak tahu apakah membaca
cerita seperti ini ketika saya SD merupakan suatu hal yang berbahaya?
Yang pasti saya masih berharap tak lama
lagi di toko buku akan saya temukan cerita bergambar atau komik Siti Noerbaja
nya Marah Roesli, Hulubalang raja/Katak
hendak menjadi lembu nya Nur Sutan Iskandar, Padang Ilalang di belakang
rumah/Langit dan Bumi sahabat kami nya NH Dini, dan karya sastrawan Indonesia lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar