Selasa, 04 Oktober 2016

Dari Indonesia International Book Fair 2016

Ajang IIBF tahun ini yang berlangsung pada 28 September - 2 Oktober 2016 di JHCC dengan Malaysia sebagai tamu kehormatan membuat saya sedikit nostalgia. Tinggal di Malaysia hampir 3 tahun sedikit banyak saya mengetahui perkembangan industri perbukuan di negeri jiran tersebut.  Namun tak banyak yang saya temui di sana.  Buku-buku yang dipamerkan di sana tidak banyak mewakili situasi perbukuan di Malaysia. Didominasi oleh buku-buku dari Perbadanan Kota Buku dan ITBM (Institut Terjemahan Buku Malaysia), saya tidak menemui buku-buku yang banyak dijual di toko-toko buku di Kuala Lumpur seperti novel roman bahasa Melayu, buku dari penerbit independen seperti Fixi Novo atau buku dari penulis Malaysia yang telah diakui di dunia internasional.
   


Sedikit informasi, buku-buku yang ditulis oleh penulis Malaysia terbagi atas buku berbahasa Inggris dan Melayu.  Secara umum, industri buku di Malaysia masih kalah dibanding Indonesia; dari segi kuantitas; 20,000 judul diterbitkan per tahun (sekitar 30,000 judul buku terbit per tahun di Indonesia – data IKAPI tahun 2013-2014). juga variasi tema buku.  Buku lokal Malaysia didominasi oleh novel fiksi-roman.  Salah satu tantangan di negri itu adalah penerbit lokal harus bersaing dengan buku-buku impor berbahasa inggris yang cukup murah harganya (dibanding harga buku impor di Indonesia).
Yang menarik buat saya tentunya adalah bagian buku anak-anak. Sebagai pengamat dan kolektor buku anak-anak, saya tidak menyia-nyiakan membeli beberapa buku anak Malaysia yang menarik.  Di situ saya juga berkesempatan bertemu dengan Emila Yusof, illustrator buku anak terkenal di Malaysia dan Evi Shelvia, illustrator Indonesia yang lama bermukim di Malaysia dan banyak membuat ilustrasi untuk buku anak terbitan Amerika dan Malaysia.  Saya sangat suka dengan karya kedua illustrator ini.  Emila mempunyai goresan khas lokal dengan karakter gadis cilik berkepang dua yang menjadi ciri khasnya, sedangkan Evi piawai dengan sapuan cat airnya yang halus, berwarna ceria dengan karakter yang menggemaskan. Tiga tahun lalu saya pernah bertemu dengan Evi di Asian Festival of Children Content di Singapura.  Saat itu Evi menjadi pemenang lomba poster tema untuk ajang AFCC 2013.  Di tengah kesibukan mengurus empat orang anak ternyata Evi terus menghasilkan karya.  Bravo Evi!  Cek website ini untuk mengetahui karya-karya mereka : www.emilayusof.com dan www.epit-at-home.blogspot.co.id




China Books on Tour

Stand dari negara China cukup menyita perhatian saya.  Menempati area yang cukup luas, buku-buku terbitan negara ini ditata secara minimalis.  Karena tidak menguasai bahasa mandarin, mata saya langsung tertuju kepada buku-buku anak bergambar penerbit China yang sangat luar biasa.  Buku-buku anak bergambar China yang dijual dan dipamerkan ini mempunyai ilustrasi yang sangat indah dan menarik.  Gaya ilustrasinya beragam namun mempunyai ciri khas lokal.  Beberapa buku membuat saya tertarik untuk mengetahui ceritanya, sayang hampir semua buku berbahasa China. 





Iseng saya menanyakan harga buku-buku anak tersebut…dan ternyata harganya sangaaat murah untuk ukuran buku impor dengan kualitas kertas yang sangat bagus. Buku bergambar softcover 44 halaman saya dapatkan hanya dengan 10 ribu saja per buku! Buku hardcover ukuran 20x27 cm seharga 30 ribu.  Tak heran buku-buku penerbit dunia hampir semua printed in China.  Ongkos cetak dan material sangat murah di sana.  Kapan ya buku-buku di Indonesia bisa semurah di China? 

Pikiran saya mulai melayang…satu saat Indonesia bisa menerbitkan 400,000 judul buku per tahun seperti di China, toko buku dan perpustakaan tersebar di kota dan desa, orang dapat membeli buku seharga sebungkus mie instan, dimana-mana terlihat orang membaca buku… di taman, di warung, di cafĂ©, di bis……. Utopia kah?

Selasa, 16 Agustus 2016

Cerita Rakyat Nusantara


Berapa banyak cerita rakyat yang kita tahu? Baik legenda, dongeng, asal usul atau lainnya? 15? 20? 50? 100?

Awal bulan Agustus ini saya mengikuti acara yang diadakan oleh Kelompok Pencinta Bacaan Anak (KPBA) dimana tema yang diusung adalah Negeri Dongeng Nusantara. Ada seminar, pameran ilustrasi buku cerita rakyat, pameran buku anak atau dongeng Indonesia sejak jaman penjajahan dan acara mendongeng cerita rakyat oleh berbagai pendongeng.


Mengikuti acara ini mengingatkan saya akan kebesaran bangsa Indonesia yang berusia 71 tahun hari ini.  Salah satunya adalah banyaknya jumlah bahasa yang ada di Indonesia.  Menurut ethnologue (www.ethnologue.com) pada tahun 2013 tercatat ada 719 bahasa yang ada di Indonesia.  Dua belas diantaranya sudah punah, jadi tinggal 707.  Menurut  Pak Johnnny Tjia, ahli bahasa dari Yayasan Sulinama, yang menjadi salah satu pembicara dalam seminar, dalam setiap bahasa dipastikan ada cerita-cerita lisannya sendiri; apakah itu legenda, fabel, dongeng, dll.  Jadi bayangkan jika ada 707 bahasa daerah di Indonesia dan jika masing-masing bahasa itu mempunyai satu saja cerita rakyat, berarti ada 707 cerita rakyat! Jika masing-masing bahasa mempunyai 2 cerita rakyat, berarti ada 1414 cerita!   Besar kemungkinan Indonesia adalah Negara dengan cerita rakyat paling banyak di dunia!

Saya berharap banyak generasi muda yang tertarik untuk mengeksplorasi kekayaan bangsa yang satu ini.  Pelestarian bahasa daerah sangat penting.  Dari 707 bahasa tersebut ternyata 266 dalam status bahaya dan 76 bahasa sudah hampir punah, karena semakin sedikit jumlah penuturnya.


Mengapa harus cerita rakyat? Mendongeng cerita rakyat pada anak bermanfaat untuk memberikan ajaran moral, menambah kosa kata bahasa, menambah wawasan budaya daerah, mengenal lingkungan alam, dan tentunya lebih mengenal Indonesia. 

Di toko buku saya melihat semakin banyak buku cerita rakyat Nusantara.  Kebanyakan berupa kumpulan cerita.  Trend yang sangat positif.  Namun saya juga mengharapkan ada buku cerita rakyat Nusantara yang benar-benar berkualitas dan mempunyai standar internasional.  Dengan layout design yang baik, ilustrasi yang detail dan bagus yang benar-benar bisa membawa anak membayangkan daerah asal cerita rakyat dan tentunya dengan narasi yang baik pula. 

Buku-buku cerita rakyat bergambar (picture book) yang dibuat oleh KPBA dan diterbitkan oleh Grasindo bisa mewakili hal ini.  Ilustrasi di buku-buku ini sangat detail dan kental kedaerahannya.  Pilihan ceritanya juga bukan cerita rakyat yang sudah sering kita dengar, namun topik cerita sangat beragam dan menarik. Ternyata memang masih banyak cerita rakyat yang belum pernah kita tahu.  Beberapa di antaranya adalah:



Masarasenani dan Matahari dari Papua: Masarasenani ingin menculik dan menjerat matahari karena selama bertahun-tahun gelap datang lebih cepat sehingga penduduk desa tidak pernah selesai membuat sagu. Akibatnya penduduk desa semakin miskin. Sang Matahari yang dijerat dipaksa untuk bersinar sepanjang hari.  Apa akibatnya?



Suwidak Loro dari Jawa: seorang gadis buruk rupa yang mempunyai rambut hanya 62 helai sangat disayangi ibunya.  Setiap malam sang ibu mendendangkan harapan agar anak gadisnya suatu saat disunting seorang pangeran.  Apakah keinginan sang ibu terkabul?


Si Kecil dari Sulawesi Selatan:  Empat orang kakak beradik dibuang oleh orangtuanya ke hutan karena keadaan yang sangat miskin.  Di hutan itu ada raksasa yang sangat ditakuti karena suka memakan manusia. Si Sulung yang berbadan kecil mempunyai rencana untuk mengalahkan si raksasa untuk menyelamatkan dirinya dan adik-adiknya.  Apa rencananya? Apakah mereka berhasil mengalahkan si raksasa?


Putri Kemang dari Bengkulu: Petualangan seorang Putri pemberani menyelamatkan hutan dan seisinya dari kutukan.  Putri di kisah ini berbeda dari tokoh putri dari cerita rakyat kebanyakan.  Putri Kemang mempunyai sifat seperti laki-laki, gemar berburu, pandai  bermain pedang dan suka masuk hutan.

Dan masih banyak lagi cerita rakyat dari berbagai daerah dengan tokoh yang unik, cerita menarik,  dan ilustrasi yang membuat saya seakan kembali ke masa kanak-kanak; berkhayal tentang hutan, binatang, para dewa dewi khayangan, dan putri raja yang seakan pernah hidup di negeri ini, di Nusantara ini.

Apa cerita rakyat favoritmu? Ayo bacakan pada si kecil!

Kamis, 21 Juli 2016

If you give a mouse a cookie : imajinasi sederhana apa adanya



If you give a mouse a cookie,
he’s going to ask for a glass of milk
When you give him the milk,
he’ll probably ask you for a straw
When he’s finished,
He’ll ask for a napkin.
………………………………
……………………………….

Dan cerita terus berlanjut tentang si tikus yang tidak henti-hentinya meminta sesuatu pada seorang anak laki yang awalnya hanya ingin memberi sepotong kue pada si tikus.
            Cerita yang sangat menarik untuk anak-anak karena pada tiap halamannya, anak-anak akan terus diberi kejutan ‘apa lagi yang akan diminta si tikus?’  Di sepanjang cerita, sang anak laki terus meladeni permintaan si tikus yang aneh-aneh dan lucu. Si tikus meminta gunting untuk mencukur kumisnya yang panjang, lalu ia meminta sapu untuk membersihkan guntingan kumisnya yang mengotori lantai, kemudian ia meminta tempat untuk tidur karena ia lelah menyapu, dan seterusnya.  Imajinasi yang sederhana dengan alur linier tanpa klimaks atau ketegangan, namun sangat menarik untuk anak-anak.



            Terus terang, tidak banyak saya menemukan buku cerita anak Indonesia yang mengeksplorasi imajinasi sederhana lewat kacamata anak, tanpa sisipan ajaran-ajaran moral.  Penulis anak Indonesia seakan-akan ‘harus’ membuat cerita anak yang mengandung pesan moral.  Tentunya cerita anak yang mengandung ajaran moral sangat baik, namun saya berpikir, mungkinkah penulis anak  Indonesia menulis suatu cerita dengan bebas, tidak melulu memikirkan pesan moral, tapi beranjak dari apa yang menjadi imajinasi anak-anak?  Jika demikian, mungkin akan lebih banyak karya menarik dan bervariasi dari penulis cerita anak Indonesia.
            Jika saya ditanya apa pesan moral dari cerita “If you give a mouse a cookie” ini (pertanyaan yang sangat lazim dalam pikiran orangtua dan guru Indonesia), saya tidak tahu jawabannya, dan saya tidak mau mencari-cari pesan moral dalam cerita ini.  Biarlah anak yang mendengar atau membaca cerita ini berimajinasi dalam dunianya, bermain dalam khayalannya.  Tidak harus selalu ada pesan-pesan yang dijejali oleh orang dewasa.
Pertama kali saya tahu mengenai buku ini bertahun-tahun yang lalu lewat cerita seorang pencinta buku anak dalam milis penulis bacaan anak Indonesia. Ia bercerita pengalamannya di satu perpustakaan anak di Amerika, di mana ia diminta oleh seorang anak kecil untuk membacakan cerita.  Secara acak ia mengambil buku ‘If you give a Mouse a Cookie’ ini dan membacakannya pada si anak kecil.  Anak tersebut tertawa terus pada setiap lembar cerita dan memintanya untuk mengulang-ulang kembali menceritakan cerita tentang si tikus ini. Penasaran dengan buku ini, saya meminta adik saya yang ketika itu tinggal di Amerika untuk membeli buku lucu ini.
            Cerita yang ditulis oleh Laura Joffe Numeroff, penulis anak Amerika ini ternyata sangat populer. Ditulis pada tahun 1985, buku ini sangat laris sehingga dibuat seri-seri lainnya sebanyak 16 buku dengan binatang yang berbeda-beda.  Beberapa diantaranya adalah: If you give a Pig a Pancake,  If you give a Moose a Muffin, If you take a Mouse to School. 


Pada tahun 2006, 21 tahun setelah cerita pertama dibuat, penerbit meluncurkan buku  kompilasi berisi 4 cerita yang diperkaya dengan resep-resep cookie, pancake, muffin dan lembar-lembar aktivitas yang terinspirasi dari cerita.  Juga terdapat lembar notasi musik berbagai lagu berjudul “The Mouse cookie”, “The Piggy Polka”, “Making Muffin” yang dapat didengar lewat CD yang menyertai buku bundel berjudul “Mouse, Cookies & more: A treasury” ini.

If you give a mouse a cookie
Penulis: Laura Joffe Numeroff
Ilustrator: Felicia Bond
Penerbit: Laura Gerringer (imprint HarperCollins)

Cocok untuk anak: 4-8 tahun