Sabtu, 18 Agustus 2018

Pengalaman belajar menjadi penulis anak: Dari dunia marketing ke dunia penulisan

Sepuluh tahun yang lalu ketika cerpen anak saya yang pertama terbit di majalah Bobo saya sempat terkejut dan berpikir ‘oh ternyata tulisan saya layak juga dimuat, ternyata tulisan saya dianggap menarik untuk dibaca (anak-anak), ternyata saya bisa menulis’. Saat menerima copy majalah dari penerbit saya seperti mendapat pencerahan; bagaimana kalau saya berkarier sebagai penulis anak?  Bukan saja karena waktu itu saya telah berhenti kerja sebagai ‘orang kantoran’ dan bingung mau kerja apa karena kerap berpindah-pindah kota, tetapi saya juga prihatin dengan buku-buku anak yang ada di Indonesia saat itu jika dibandingkan dengan buku-buku anak impor.  Baik dari sisi konten, tema, gaya bercerita, ilustrasi, kreativitas, dan lain-lain (saat itu yaaa kalau sekarang sudah banyak yang bagus loh).

Pemikiran yang selanjutnya adalah: bagaimana saya memulainya?  Latar belakang pendidikan saya adalah Teknologi Pangan.  Pekerjaan saya sebelumnya adalah Brand Manager di perusahaan makanan.  Sehari-hari kerja di kantor berkutat dengan bagaimana meningkatkan penjualan, membuat brand campaign untuk produk saya, berurusan dengan formula produk, menganalisa target konsumen, dan lain-lain hal yang tidak berhubungan dengan dunia penulisan.

Berarti saya harus banyak belajar! Walaupun saya suka menulis dan membaca (waktu SD saya paling ‘excited’ jika ada tugas mengarang), saya merasa membuat cerita anak yang menarik tidaklah mudah.
Cerpen pertama yang diterbitkan itu saya tulis secara tidak sengaja dan iseng saja saya kirim ke majalah Bobo tanpa berharap apa-apa (selagi mengulek bumbu tiba-tiba terkena wangsit penjual gado-gado masa kecil sehingga lahir cerpen Gado-gado bu Letnan).


Pengalaman menulis saya saat itu hanyalah empat buah diary tebal yang saya tulis sejak kelas 4 SD yang hanya dibaca oleh saya tentunya.  Modal saya yang lain adalah beragam buku anak-anak, terutama picture book, yang saya koleksi dan saya beli (yup! saya orang dewasa yang masih suka membaca buku anak-anak ha..ha..!) karena saya suka dengan cerita dan gambarnya.  Jadi, sekali lagi, saya harus belajar! Di mana? Belajar sama siapa?

Singkat cerita inilah yang saya lakukan ketika memutuskan untuk terjun dalam dunia kepenulisan, yang merupakan dunia baru bagi saya (walaupun tahun-tahun awal usahanya masih setengah-setengah karena fokus pada hal lain):

  • EVENT LITERASI - Rajin datang dalam event-event literasi atau menjadi relawan dalam event.  Tujuannya belajar dari kegiatan-kegiatan dalam event sekaligus bertemu dengan teman-teman baru yang bergerak dalam dunia literasi.  Bonusnya adalah bertemu dengan penulis-penulis yang bagi saya adalah sesuatu yang sangat berharga. Pengalaman saya menjadi relawan dalam Ubud Writers & Readers Festival tahun 2008 menjadi pengalaman berharga yang tak dapat saya lupakan.
Bersama teman relawan di Ubud Writers & Readers Festival.


  • LATIHAN MENULIS - saya mulai menulis cerpen-cerpen anak lain; baik untuk dikirim ataupun hanya untuk latihan saja. 
  • RISET - Setiap pergi ke toko buku, mulai mencatat penerbit-penerbit mana yang menerbitkan buku anak, mengamati jenis buku anak apa yang banyak di toko.  Walaupun saat itu saya belum berani mengirimkan naskah buku  (bukan cerpen ya) ke penerbit, data-data yang saya kumpulkan menjadi pengetahuan bagi saya, semacam peta industri perbukuan anak Indonesia.
  • BACA dan BACA - makin banyak membaca buku-buku anak, terutama buku anak dari luar.  Mencoba menganalisa mengapa ceritanya bisa menarik (tokoh, alur, plot, ending, etc).  Jika sulit menemukan buku impor secara fisik, dapat dicari di youtube, banyak kanal yang membacakan buku-buku picture book (read a loud).
  • MANFAATKAN INTERNET - Belajar dari internet. Mengetahui dunia perbukuan anak di luar, buku anak seperti apa yang menang award, siapa penulisnya.  Lewat searching di dunia maya ini saya jadi tahu buku-buku anak apa saja yang bagus, unik, best seller, etc. Bisa juga belajar tips-tips menulis (lewat google search), tapi saya termasuk yang malas praktek kalau baca artikel dari internet.
  • WORKSHOP - Nah ini yang menurut saya sangat berguna: mengikuti Workshop-Workshop Penulisan!  Lewat workshop ini selain bisa berinteraksi langsung dengan mentor, kita juga ‘dipaksa’ untuk menghasilkan tulisan.  Selain itu bisa mendapat teman-teman baru yang siapa tahu bergerak di industri buku.  Selanjutnya mengenai pengalaman saya mengikuti workshop akan saya tulis di topik tersendiri.


Dari usaha-usaha ini saya perlahan mulai mengenal dunia perbukuan anak di Indonesia, industri buku anak di luar (yang selalu bikin sirik 😏), mulai membangun network, dan tentunya belajar menjadi penulis.  Si penjual produk makanan kini menjadi penjual cerita dan imajinasi 😃